Pengalaman ‘Diganggu’ Motor Modifikasi di Jalan

Posted on

Pengalaman ‘Diganggu’ Motor Modifikasi di Jalan – Modifikasi motor merupakan hak siapa pun pemiliknya. Inti dari modifikasi atau pengubahan boleh dibilang penyesuaian terhadap kebutuhan, kenyamanan, maupun personaliasi sesuai tren yang tengah berkembang.

Tapi jangan sampai modifikasi justru membahayakan keselamatan berlalu lintas. Hal ini pun tertuang di Pasal 52 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ).

Salah satu modifikasi yang dimaksud adalah pengubahan knalpot bawaan bursamoge menjadi produk aftermarket.

Memang untuk yang satu ini tergantung tingkat kebisingannya.

Sayangnya untuk kendaraan modifikasi, belum ada aturannya. Sementara Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2009 mengatur ambang batas kebisingan kendaraan tipe baru, bukan modifikasi.

Celakanya lagi banyak knalpot yang diperjualbelikan tanpa jaminan memenuhi ketentuan ambang batas kebisingan. Sehingga yang terjadi, penggunaan knalpot dengan sebutan racing, brong, atau ember yang bising di telinga merajalela.

“Yang bikin ganggu adalah ketika dia ngegeber atau nggak narik dan ngebut. Udah pasti berisik, kita terusik, emosi jadinya,” terang Oki, pegawai swasta di bilangan Jakarta yang menceritakan pengalaman tidak enaknya ketika dihadapkan pada gangguan knalpot brong.

Konsentrasi terganggu, membahayakan pengendara

Oki menambahkan, selain suara, yang dihasilkan dari knalpot aftermarket adalah hembusan angin kencang yang bisa memecah konsentrasi.

“Belum lagi knalpotnya nembak-nembak, ngarahnya ke muka. Udah deh kalau di depan tahu ada motor begitu langsung tutup kaca helm sih biar nggak kena muka,” lanjutnya.

Adapun saat ini penggunaan knalpot tersebut terikat pada Pasal 285j UULLAJ, yang intinya setiap orang yang mengemudikan motor tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan salah satunya knalpot bisa dipidana paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.

Selain knalpot, Oki juga menyoroti modifikasi bentuk spakbor. Tak jarang ditemukan motor yang bagian spakbor atau fender-nya dipotong atau dihilangkan sama sekali.

Padahal hal ini melanggar aturan Pasal 48 UULLAJ, yang menegaskan kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, salah satunya persyaratan teknis atas susunan.

Susunan yang dimaksud tertera di Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2012, di mana pada huruf J juga menyatakan komponen pendukung, yang salah satunya adalah spakbor yang dijelaskan pada Pasal 35 huruf e.

Lebih jelas lagi Pasal 40 menyebutkan, spakbor harus memiliki lebar paling sedikit selebar telapak tangan, serta mampu mengurangi percikan air atau lumpur ke belakang kendaraan.

Baca juga: Kata Pengamat Soal Batas Aman Modifikasi Motor

“Entah supaya ngikutin motor balap MotoGP barangkali, tapi saat hujan itu cipratan airnya ngeselin. Beruntung kalau nggak sampai kelilipan. Fungsi spakbor ada supaya cipratannya nggak ke atas, malah dipapas, heran,” imbuhnya.

Tak kalah menjengkelkan katanya adalah modifikasi di sektor lampu. Umum ia temui lampu kendaraan yang menyilaukan yang sekali lagi berpotensi memecah fokus saat berkendara.

“Ya dari yang kedap-kedip, lampu tembak, sampai yang nyalanya terang banget itu paling sering lah bikin silau nggak mobil atau motor,” pungkasnya.

Khusus lampu sejatinya diatur di Pasal 58 UULLAJ yang berisikan kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan dilarang memasang perlengkapan yang mengganggu keselamatan berlalu lintas, salah satunya lampu menyilaukan.

Kata Pengamat Soal Batas Aman Modifikasi Motor

Posted on

Kata Pengamat Soal Batas Aman Modifikasi Motor – Modifikasi motor kerap dilakukan bagi mereka yang tidak puas dengan tampilan standar pabrikan si kuda besi. Namun, acap kali beberapa pemilik terlalu ‘kreatif’ sehingga ubahan yang dilakukan justru menjadi buah ancaman baru, terutama soal keselamatan.

Sebelum lebih jauh membahas perkara antara boleh dan tidak boleh memodifikasi tunggangan harian kita, terlebih dahulu memahami karakteristik dasar dari sepeda motor, keseimbangan.

“Iya, dalam hal ini kita tahu bahwa sepeda motor adalah moda transportasi yang sangat rentan dengan kecelakaan karena menyangkut stabilitas,” buka pendiri sekaligus Instruktur Senior Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu kepada kumparan.

Artinya, segala ubahan yang dilakukan di luar dari rekomendasi maupun perhitungan pabrikan, dapat mempengaruhi performa dan kondisi sepeda motor ketika sedang dikendarai.

Jusri, lanjutnya, persoalan modifikasi motor sebenarnya perkara subjektif. Namun, dalam konteks motor harian, modifikasi bursamoge yang bisa ditoleransi adalah yang tidak berlebihan. Seperti apa?

“Misalnya, pemilik mengubah sudut kemudi (motor sport dengan setang telanjang) guna menyesuaikan ergonomi mengemudi untuk meningkatkan aspek kenyamanan berkendara atau mengganti ban dengan ukuran yang sedikit lebih besar agar daya cengkram jalan lebih maksimal,” terangnya.

Sebaliknya, modifikasi yang patut dihindari pengguna motor contohnya seperti penggunaan profil ban yang sangat tipis, penambahan aksesori yang melebihi lebar setang, atau terlalu banyak menambah komponen pada bodi motor. Lagi-lagi, menimbang faktor keseimbangan.

Pengamat soal modif motor: Hindari profil ban yang tipis & aksesoris melebihi lebar setang.

“Kecuali modifikasi yang dilakukan untuk keperluan khusus seperti kontes atau di ruang milik pribadi. Jalan raya itu ruang publik, mengetahui dan sadar modifikasinya dapat membahayakan pengguna jalan lainnya itu merupakan bentuk tidak bertanggung jawab,” tukas Jusri.

Senada dengan Jusri, 2W and OBM Service Head PT Suzuki Indomobil Motor Victor Assani menilai, modifikasi merupakan bentuk hak konsumen. Namun, praktiknya tetap tidak dianjurkan pabrikan.

“Saya pikir modifikasi adalah hak konsumen, namun secara pabrikan tidak dianjurkan. Kalaupun karena sesuatu hal harus memodifikasi, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan yaitu faktor safety, regulasi, dan faktor sosial,” jelasnya kepada kumparan.

Anjuran tersebut bukan tanpa alasan, khusus untuk pengguna sepeda motor baru, ada masa garansi yang masih berjalan dengan periode tertentu. Sembarangan melakukan modifikasi dapat menggugurkan masa jaminannya.

“Misalnya ada modifikasi pada bagian kelistrikan atau bagian mesin, bila ada kerusakan yang berasal atau saat diselidiki komponen modifikasi tersebut yang terlibat, maka garansi akan hangus,” tambah Victor.

Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Road Safety & Motorsport Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) ini menyoroti gaya modifikasi motor harian yang umum dijumpai di jalan raya.

Baca juga: Cara Mengganti Oli Motor di Rumah dengan Praktis

“Ban cacing (tipis) sangat berbahaya, motor itu kuncinya keseimbangan dan ban merupakan satu-satunya yang menyentuh jalan. Mengganti profil ban lebih kecil hanya memperbesar risiko tergelincir di jalan raya,” papar Victor.

Termasuk modifikasi ‘nyeleneh’ lainnya meliputi mika bening lampu rem dan spakbor belakang yang dicopot oleh beberapa pengguna sepeda motor. Victor bilang, selain menyebalkan, kerugian akibat modifikasi seperti itu bisa langsung dirasakan pengguna jalan lain.

“Makanya, idealnya ya tetap mempertahankan kondisi standar. Selain aman, tentu saja tidak melanggar regulasi. Jikalau ingin memodifikasi perhatikan tiga aspek yang disebutkan tadi,” tuntasnya.